Minggu, 21 Desember 2008

Penelitian dan Pengembangan

Nana syaodih sukmadinata (2005: 164) menyatakan bahwa penelitian dan pengembangan merupakan proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau modifikasi produk yang telah ada agar menjadi lebih baik secara bertanggungjawab. Menurut Borg & Gall, (1983: 772), bahwa prosedur penelitian dan pengembangan pada dasarnya terdiri dari dua tujuan utama, yaitu: (1) pengembangan produk dan (2) menguji keefektifan produk dalam mencapai tujuan.
secara umum menurut Borg & Gall, (1983: 775), terdapat sepuluh langkah yang diggunakan dalam research and development sebagai berikut: (1) melakukan pengumpulan informasi (termasuk kajian pustaka, pengamatan kelas, persiapan laoporan tentang pokok persoalan), (2) Melakukan perencanaan (pendefenisian keterampilan, perumusan tujuan, penentuan urutan pembelajaran, uji coba skala kecil), (3) Mengembangkan bentuk produk awal (penyiapan materi pembelajaran, dari berbagai sumber buku pegangan, perlengkapan evaluasi), (4) melakukan uji coba lapangan permulaan. Data wawancara, observasi dan kuesioner dikumpulkan kemudian dianalisis, (5) Melakukan revisi terhadap produk utama (sesuai dengan saran-saran dari hasil uji coba lapangan permulaan), (6) Melakukan uji lapangan utama 30-100 subjek. Data kualitatif tentang unjuk kerja subjek pada pelajaran dan pasca pelajaran dikumpulkan. Hasil dinilai dengan tujuan kursus dan membandingkan dengan data kelompok kontral (bila memungkinkan), (7) Melakukan revisi terhadap produk operasional (revisi produk berdasarkan saran-saran dari hasil uiji coba lapangan utama), (8) melakukan uji coba lapangan operasional dilakukan pada 10-30 sekolah mencakup 40-200 subjek). Data wawancara, observasi, dan kuesioner di kumpulkan dan dianalisis, (9) melakukan revisi terhadap produk (revisi produk seperti disarankan oleh hasil uji coba lapangan, (10) mendesiminasi dan mengimplementasikan produk.

Kamis, 11 Desember 2008

Matematika Sebagai Bahasa yang Ekonomis

Matematika bukan saja menyampaikan informasi secara jelas dan tepat namun juga singkat. Suatu rumus jika ditulis dalam bahasa verbal memerlukan kalimat yang banyak sekali, di mana makin banyak kata yang dipergunakan maka makin besar pula peluang untuk terjadinya misinformasi dan misinterpretasi, dalam matematika cukup ditulis dengan model yang sederhana sekali. Misalnya rumus pythagoras tentang segitiga siku berbunyi “ pada segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadarat sisi sisi yang lain”, sedangkan dalam kalimat matematika dapat ditulis lebih singkat.
Matemaika sebagai bahasa mempunyai ciri, sebagaimana dikatakan Morries Kline, bersifat ekonomis dengan kata-kata. Sebagai contoh sebuah persoalan sebagai berikut : harga 3 pensil dan 2 buku tulis adalah 3500. Harga 4 pensil dan sebuah buku tulis adalah 3000 . jika ditulis dalam kalimat matematika maka menjadi 3x + 2y = 3500 dan 4x + y = 3000 dengan x harga pensil dan y harga buku.

PROPOSAL

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA
MADRASAH IBTIDAIYAH MELALUI STRATEGI
THINK-TALK-WRITE BERBASIS MODUL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak tahun 1980-an paradigma baru dalam pembelajaran matematika sudah dimulai dibeberapa negara seperti Amerika Serikat, Belanda, Australia dan Afrika Selatan. Perubahan dalam paradigma tersebut yang mendasar adalah beralihnya pijakan yang mendasari pembelajaran matematika, yakni dari psikologi perilaku dan struktruralis ke arah psikologi kognitif dan konstruktivis-realistik. Perubahan ini antara lain dengan adanya perhatian terhadap aspek-aspek yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran matematika seperti aspek budaya, bahasa dan gender. Menurut Begle (1989) bahasa dan kebudayaan merupakan variabel yang esensial dalam matematika. Bahkan Begle menyimpulkan bahwa variabel bahasa merupakan variabel potensial dalam mempelajari pemecahan masalah matematika.
Matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Menurut Adele Leonhardy (The Liang Gie, 1999: 22), matematika tidak hanya suatu alat, matematika juga merupakan bahasa. Salah satu rahasia kekuatan matematika adalah perlambangan yang abstrak, yang merupakan suatu bahasa penuh dalam dirinya sendiri. Selanjutnya Lindquist (1996) menyatakan jika kita sepakat bahwa matematika merupakan suatu bahasa, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar dan mengakses matematika. Pada sisi lain dalam pelaksanaan pembelajaran matematika kita menyadari jarang sekali siswa diminta untuk mengkomunikasikan ide-idenya.
Menurut Ebbut (Marsigit, 2007: 5) matematika adalah kegiatan problem solving. Salah satu implikasi dari pandangan ini adalah guru dituntut mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk memecahkan persoalan. Wahyudin (Helmaheri, 2004: 4) mengatakan bahwa pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan untuk diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah keseharian siswa.
Pada Kurikulum 2006 kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dalam pembelajaran matematika mencakup: pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah. Ketiga aspek kecakapan atau kemahairan matematika tersebut dikembangkan sebagai hasil belajar dalam Kurikulum 2006.
Dari uraian diatas jelas bahwa kemampuan siswa dalam komunikasi dan pemecahan masalah matematika perlu mendapat perhatian untuk lebih dikembangkan. Kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan yang diperlukan dalam belajar matematika dan sangat diperlukan dalam menghadapi masalah dalam kehidupan siswa.
Pendidikan matematika di Indonesia belum menampakan hasil yang diharapkan. Dari hasil studi TIMSS tahun 2003 untuk siswa kelas VIII, menempatkan siswa Indonesia pada urutan ke-34 dari 46 dengan nilai rata-rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 411. Prestasi siswa Indonesia ini berada dibawah siswa malaysia dan singapura. Siswa malaysia memperoleh nilai rata-rata 508 dan Singapura memperoleh nilai rata-rata 605. Skala matematika TIMSS-Benchmark Internasional menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada peringkat bawah, Malaysia pada peringkat tengah, dan Singapura berada pada peringkat atas. Padahal jam pelajaran matematika di Indonesia 169 jam untuk kelas VIII lebih banyak dibanding Malaysia 120 jam dan Singapura 112 jam. Menurut Leung dan Puji (Fajar Shadiq: 2007: 2) data TIMSS menunujukan bahwa penekanan pembelajaran metematika di Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar (basic skills), namun sedikit atau sama sekali tidak menekankan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, berkomunikasi secara matematis dan bernalar secara matematis.
Menurut hasil penelitian Tim Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika di beberapa Sekolah Dasar di Indonesia mengungkapkan bahwa kesulitan siswa dalam belajar matematika yang paling menonjol adalah keterampilan berhitung yaitu 51%, penguasaan konsep dasar yaitu 50%, dan penyelesaian soal pemecahan masalah 49% (Tim PPPG Matematika, 2001: 18). Dilanjutkan pada tahun 2002 penelitian Pusat Pengembagan Penataran Guru Matematika mengungkapkan di beberapa wilayah Indonesia yang berbeda, sebagian besar siswa SD kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah dan menerjemahkan soal kehidupan sehari-hari ke model matematika (Tim PPPG matematika, 2002: 71). Dari data diatas menunjukan bahwa kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa Indonesia masih rendah.
Rendahnya kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika juga terjadi pada siswa kelas V MIN Yogyakarta I. Dari hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi diperoleh data bahwa sebagian besar siswa dapat menyelesaikan soal tetapi tidak mampu menjelaskan jawaban yang mereka berikan. Sebagian besar siswa hanya mampu mengerjakan soal yang sudah diberikan contoh penyelesaian, siswa hanya mengikuti langkah-langkah yang diberikan guru pada contoh soal. Siswa tidak dapat menjelas alasan dari setiap langkah yang merreka kerjakan. Proses pembelajaran yang terjadi juga masih satu arah yaitu guru sebagai pusat pembelajaran. Para siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal cerita. Mereka masih sulit memahami apa yang diketahui dan ditanya dari soal. Mereka hanya mengalikan atau membagi angka-angka yang ada dalam soal, tanpa tahu mengapa bisa dikalikan maupun dibagi. Hal ini terjadi karena kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah mereka masih rendah.
Rendahnya kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah pemecahan matematika, tidak lepas dari proses pembelajaran matematika. Kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh pandangan guru terhadap makna belajar. Menurut Masnur Muslich (2008: 51), makna dan hakikat belajar seringkali hanya diartikan sebagai penerimaan informasi dan sumber informasi (guru dan buku pelajaran). Akibatnya, guru masih memaknai kegiatan mengajar sebagai kegiatan memindahkan informasi dari guru atau buku kepada siswa. Proses mengajar lebih bernuansa memberi tahu daripada membimbing siswa menjadi tahu sehingga sekolah lebih berfungsi sebagai pusat pemberitahuan daripada sebagai pusat pengembangan potensi siswa. Perilaku guru yang selalu menjelaskan dan menjawab langsung pertanyaan siswa merupakan salah satu contoh tindakan yang menjadikan sekolah sebagai pusat pemberitahuan. Di samping itu, Drost (Moch. Masykur Ag, 2007: 6) menambahkan, kurikulum matematika hanya dapat diikuti oleh 30% siswanya. Kurikulum yang padat, menyebabkan pengajaran matematika di sekolah-sekolah cenderung didominasi oleh proses (transfer of knowledge) saja dan tidak memberikan kesempatan kepada siswanya untuk menentukan sendiri kearah mana ingin bereksplorasi dan menemukan pengetahuan yang bermakna bagi dirinya.
Pembelajaran matematika pada umumnya lebih banyak menggunakan rumus-rumus dan algoritma yang sudah baku. Hal ini menyebabkan siswa kurang kreatif dan cenderung pasif. Keadaan pembelajaran seperti ini menjadikan siswa tidak komunikatif dan tidak mempunyai keterampilan dalam mengembangkan diri siswa. Tujuan pembelajaran matematika pada Kurikulum 2006 adalah: (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikian, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi, (2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba, (3) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Mengamati tujuan pembelajaran matematika tersebut sudah sepantasnya pembelajaran yang berpusat kepada guru untuk dirubah ke arah pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Pembelajaran maternatika yang kurang melibatkan siswa secara aktif akan menyebabkan siswa tidak dapat menggunakan kemampuan matematiknya secara optimal dalam menyelesaikan masalah matematika.
Salah satu pembelajaran yang dapat membawa siswa agar siap menghadapi era globalisasi dan dapat meningkatkan kualitas intelektual serta kehidupan yang lebih baik adalalah dengan pembelajaran matematika yang bermakna, siswa tidak hanya belajar untuk mengetahui sesuatu tetapi juga belajar memahami permasalahan yang ada. Tugas dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi (transfer of knowleage), tetapi sebagai pendorong siswa belajar (stimulation of learning) agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktifitas seperti pemecahan masalah, penalaran dan berkomunikasi.
Kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika merupakan bagian dari kemampuan berfikir matematika tingkat tinggi. Agar kemampuan berfikir matematika tingkat tinggi berkembang, maka pembelajaran harus menjadi lingkungan dimana siswa dapat terlibat secara aktif dalam banyak kegiatan matematika yang bermanfaat. Pembelajaran matematika dengan strategi think-talk-write berbasis modul dalam kelompok kecil memberikan kesempatan kepada siswa untuk memulai belajar dengan memahami permasalahan terlebih dahulu, kemudian terlibat secara aktif dalam diskusi kelompok, dan akhirnya menuliskan dengan bahasa sendiri hasil belajar yang diperolehnya.
B. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan uraian diatas, untuk mengembangakan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika maka perlu memilih strategi pembelajaran yang mengaktifkan siswa dan tidak berpusat kepada guru. Strategi think-talk-write memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif dan guru hanya sebagai motivator dan fasilitator dalam kegiatan pembelajaran, sehingga kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa berkembang.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka masalah-masalah yang yang diidentifikasi sebagai berikut:
1. Penguasaan konsep dasar matematika siswa masih rendah.
2. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah masalah matematika masih rendah.
3. Kemampuan komunikasi matematika siswa siswa masih rendah.
4. Dalam pembelajaran matematika siswa cenderung pasif
5. Pembelajaran matematika masih berpusat pada guru.
6. Guru cenderung memilih metode pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika.
C. Pembatasan Masalah
Permasalahan untuk penelitian ini dibatasi pada:
1. Kemampuan siswa dalam komunikasi dan pemecahan masalah matematika.
2. Strategi pembelajaran matematika untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah yaitu strategi think-talk-write berbasis modul.
D. Rumusan Masalah
Agar terarahnya penelitian ini maka perlu dirumuskan permasalahan yaitu: Bagaimanakah proses dan hasil pengembangan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa yang efektif melalui strategi think-talk-write berbasis modul?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar dalam kelompok kecil melaui strategi think-talk-write berbasis modul.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pemilihan strategi pembelajaran matematika di kelas, khususnya dalam usaha meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa. Masukan-masukan itu diantaranya adalah:
1. Memberikan informasi tentang pengembangan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar melaui strategi think-talk-write berbasis modul.
2. Memberikan alternatif strategi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran matematika untuk dikembangkan menjadi lebih baik dengan cara memperbaiki kelemahan dan kekurangannya dan mengoptimalkan hal-hal yang sudah baik.
G. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
Asumsi yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa madrasah ibtidaiyah melalui strategi think-talk-write adalah:
1. Guru mempunyai kemampuan untuk menerapkan strategi think-talk-write berbasis modul.
2. Strategi think-talk-write berbasis modul dapat mengembangkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa madrasah ibtidaiyah.
Keterbatasan pengembangan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa madrasah ibtidaiyah melalui strategi think-talk-write adalah:

1. Materi matematika yang dibahas hanya materi untuk kelas IV semester II.
2. Modul yang digunakan merupakan penunjang strategi pembelajaran think-talk-write.
H. Defenisi Istilah
Untuk menghindari terjadinya salah pengertian terhadap beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, berikut didefenisikan istilah-istilah tersebut:
1. Pengembangan adalah suatu proses menghasilkan sesuatu (dalam hal ini kemampuan komunikasi matematika siswa dan pemecahan masalah matematika siswa).
2. Kemampuan komunikasi matematika siswa adalah kemampuan siswa menyatakan soal cerita ke dalam bahasa atau simbol matematika dalam bentuk grafik dan/atau rumus aljabar dan sebaliknya
3. Pemecahan masalah matematika adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita dengan memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
a. memahami masalah,
b. merencakan penyelesaian atau memilih strategi penyelesaian yang sesuai,
c. melaksanakan penyelesaian menggunakan strategi yang di rencanakan,
d. memeriksa kembali kebenaran jawaban yang diperoleh.
4. Strategi think-talk-write merupakan rangkaian pembelajaran yang terdiri dan tiga tahap yaitu:
a. THINK: siswa secara individual membaca,berfikir dan menuliskan hal-hal penting dari bahan pembelajaran yang disajikan di modul.
b. TALK: siswa rnengkomunikasikan hasil kegiatan membacanya pada tahap think melalui diskusi dalam kelompoknya yang terdiri 4-6 siswa.
c. WRITE: Siswa secara individual menulis hasil diskusi berdasarkan pemikiran dan bahasa masing-masing.

Rabu, 03 Desember 2008

Self Reflection

Although, the history of mathematics presented that mathematics came from ancient Babylonia, but I disagree that ideas of mathematics have taken of it until contemporary periode. Based on Hans Freudental’s comment (Sutarto Hadi, 2005) mathematics as human activity, so i can assumpt that ideas of mathematics there was since first human being in world.
we intuitively research the realm of mathematical truth. In history of mathematatics, Thales found way of counting high of piramid not intentionally. We can can intuitively research in learning mathematics too. Experience of learning can make to research. For example, communications between teacher and student earn analysis, and made to research into.

Lesson Study represent an model construction of educator profession through study by kolaboratif and continuation have principal kolegalitas and mutual learning to develop build community learning. Lesson Study does not study, but in lesson studi activity teacher can choose and apply various method or study strategy which according to situation, condition and problem in learning. Teacher can do research in learning into through lesson study. Marsigit (2007) said that Lesson studies for secondary mathematics were carried out by mainly Classroom Action Research approach. They carried out to improve the teaching learning practices and to find more appropriate methods for facilitating students learning. Teachers’ experiences have been shared with other teachers and the lectures.
I agree with katagiri, attitude in learning mathematics not merely student sit better pay attention clarification of teacher. I assume Mathematical attitude according to katagiri is visible student activity, like Attempting to have questions, Attempting to maintain a problem consciousness, etc. But , how do teacher develop mathematical attitude in learning mathematics?
Problem solving can and should be taught! The process has been analyzed and can be represented as a series of steps, referred to as a heuristic plan, or, simply, heuristics. Teacher can develop problem solving process elicits mathematical thinking and method with develop reasoning and communication.
References.
Marsigit. (2007). Mathematics Teachers’ Professional Development through Lesson Study in Indonesia. Eurasia journal of mathematics, Science & Tehnology Education, 2007, 3(2), 141-144.
Sutarto Hadi. (2005). Pendidikan matematika Realistik. Banjarmasin: Tulip

Komunikasi Matematika

Matematika sebagai alat bagi ilmu yang lain sudah cukup dikenal dan sudah tidak diragukan lagi. Matematika bukan hanya sekedar alat bagi ilmu, tetapi lebih dari itu matematika adalah bahasa. Sejalan dengan itu Jujun S. Suriasumantri (2007:190) mengatakan, matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya, tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Hal senada juga disampaikan oleh Evawati Alisah (2007: 23) matematika adalah sebuah bahasa, ini artinya matematika merupakan sebuah cara mengungkapkan atau menerangkan dengan cara tertentu. Dalam hal ini yang dipakai oleh bahasa matematika ialah dengan menggunakan simbol-simbol.
Matematika merupakan bahasa, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir, alat untuk menemukan pola, tetapi matematika juga sebagai wahana komunikasi antar siswa dan komunikasi antara guru dengan siswa. Komunikasi dalam matematika dan pembelajaran matematika menjadi sesuatu yang diperlukan seperti yang diungkapkan oleh Lindquist (1996), jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasan terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dan mengajar, belajar, dan mengassess matematika.
Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting pada matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi merupakan cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi ide dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Proses komunikasi juga membantu membangun makna dan mempermanenkan ide dan proses komunikasi juga dapat mempublikasikan ide. Ketika para siswa ditantang pikiran dan kemampuan berfikir mereka tentang matematika dan mengkomunikasikan hasil pikiran mereka secara lisan atau dalam bentuk tulisan, mereka sedang belajar menjelaskan dan menyakinkan. Mendengarkan penjelasan siswa yang lain, memberi siswa kesempatan untuk mengembangkan pemahaman mereka (NCTM: 2000:60).
Sudrajat (2001) mengatakan ketika seorang siswa memperoleh informasi berupa konsep matematika yang diberikan guru maupun yang diperoleh dan bacaan, maka saat itu terjadi transformasi informasi matematika dan sumber kepada siswa tersebut. Siswa akan memberikan respon berdasarkan interpretasinya terhadap informasi itu. Masalah yang sering timbul adalah respon yang diberikan siswa atas informasi yang diterirnanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini mungkin terjadi karena karakteristik dan matematika yang sarat dengan istilah dan simbol, sehingga tidak jarang ada siswa yang mampu menyelesaikan soal matematika dengan baik, tetapi tidak mengerti apa yang sedang dikerjakannya.
Pada bagian lain Cai, Lane, dan Jakabcsin (Helmaheri, 2004: 12) mengatakan adalah mengejutkan bagi siswa ketika mereka diminta untuk memberikan pertimbangan atau penjelasan atas jawabannya dalam belajar matematika. Hal ini terjadi sebagai akibat dan sangat jarangnya para siswa dituntut untuk menyediakan penjelasan dalam pelajaran matematika, sehingga sangat asing bagi mereka untuk berbicara tentang matematika.
Untuk mengurangi terjadinya hal seperti ini, siswa perlu dibiasakan mengkomunikasikan secara lisan maupun tulisan idenya kepada orang lain sesuai dengan penafsirannya sendiri. Sehingga orang lain dapat menilai dan memberikan tanggapan atas penafsirannya itu. Melalui kegiatan seperti ini siswa akan mendapatkan pengertian yang lebih bermakna baginya tentang apa yang sedang ia lakukan. Ini berarti guru perlu mendorong kemampuan siswa dalam berkomunikasi pada setiap pembelajaran. Pugalee (2001) mengatakan bahwa siswa perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen atas setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi lebih bermakna baginya.
Pendapat tentang pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika juga diusulkan NCTM (2000: 63) yang menyatakan bahwa program pembelajaran matematika sekolah harus memberi kesempatan kepada siswa untuk:
a. Menyusun dan mengaitkan mathematical thinking mereka melalui komunikasi.
b. Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara logis dan jelas kepada teman-temannya, guru, dan orang lain.
c. Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang dipakai orang lain.
d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar.
Menurut Utari Sumarmo (Gusni Satriawati, 2003: 110), kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk:
a. Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.
b. Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar.
c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
e. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.
f. Membuat konjektur, menyusun argumen, merurnuskan definisi, dan generalisasi.
g. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Selain itu menurut Greenes dan Schulman (1996: 159) komunikasi matematik adalah: kemampuan (1) menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda, (2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual, (3) mengkonstruk, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya. Selanjutnya menurut Sullivan & Mousley (Bansu Irianto Ansari, 2003: 17), komunikasi matematik bukan hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, kiarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya melaporkar apa yang telah dipelajani.
Menurut NCTM (2000: 194) kemampuan komunikasi untuk kelas 3-5 seharusnya meliputi berbagi pemikiran, menanyakan pertanyaan, menjelaskan pertanyaan dan membenarkan ide-ide. Komunikasi harus terintegrasi dengan baik pada lingkungan kelas. Siswa harus didorong untuk menyatakan dan menuliskan dugaan, pertanyaan dan solusi.
Bansu Irianto Ansari (2003) menelaah kemampuan Komunikasi matematika dari dua aspek yaitu komunikasi lisan (talking) dan komunikasi tulisan (writing). Komunikasi lisan diungkap melaui intensitas keterlibatan siswa dalam kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran. Sementara yang dimaksud dengan komunikasi matematika tulisan (writing) adalah kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata (vocabulary), notasi dan struktur matematika untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya dalam memecahkan masalah. Kemampuan ini diungkap melalui repsentasi matematika. Repsentasi matematika siswa diklasifikasikan dalam tiga kategori: (a) pemunculan model konseptual, seperti gambar, diagram,tabel dan grafik (aspek drawing); (b) membentuk model matematika (aspek mathematical expression); dan (c) argumentasi verbal yang didasari pada analisis terhadap gambar dan konsep-konsep formal (aspek written texts).

Strategi Pembelajran Think-Talk-Write

Strategi mengajar menyangkut pemilihan cara yang dipilih guru dalam menentukan ruang lingkup, urutan bahasan, kegiatan pembelajaran, dan lain-lain dalam menyampaikan materi matematika kepada siswa di depan kelas (Hudoyo, 1990: 11).
Think-talk-write adalah strategi yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dengan lancar. Strateg think-talk-write didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial. Strategi think-talk-write mendorong siswa untuk berfikir, berbicara, dan kemudian menuliskan berkenaan dengan suatu topik. Strategi think-talk-write digunakan untuk mengembangkan tulisan dengan lancar dan melatih bahasa sebelum menuliskannya. Strategi think-talk-write memperkenankan siswa untuk mempengaruhi dan memanipulasi ide-ide sebelum menuliskannya. Strategi think-talk-write juga membantu siswa dalam mengumpulkan dan mengembangkan ide-ide melalui percakapan terstruktur (http://www.mtsd.k12.wi.us/MTSD/District/ela-curriculum-03/writing/think_talk_write.html).
Strategi pembelajaran think-talk-write yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin (1996: 82) dengan alasan bahwa strategi ini pembelajaran think-talk-write ini membangun secara tepat untuk berfikir dan refleksikan dan untuk mengorganisasikan ide-ide serta mengetes ide tersebut sebelum siswa di minta untuk menulis.
Dalam kegiatan pembelajaran matematika sering ditemui bahwa ketika siswa diberikan tugas tertulis, siswa selalu mencoba untuk langsung memulai menulis jawaban. Walaupun hal itu bukan sesuatu yang salah, namun akan lebih bermakna jika dia terlebih dahulu melakukan kegiatan berpikir, merefleksikan dan menyusun ide-ide, serta menguji ide-ide itu sebelum memulai menulisnya. Strategi think-talk-write yang dipilih pada penelitian ini dibangun dengan memberikan waktu kepada siswa untuk melakukan kegiatan tersebut (berpikir, merefleksikan dan untuk menyusun ide-ide, dan menguji ide-ide itu sebelum menulisnya).
Tahap pertama kegiatan siswa yang belajar dengan strategi think-talk- write adalah think, yaitu tahap berfikir dimana siswa membaca teks berupa soal (kalau memungkinkan dimulai dengan soal yang berhubungan dengan permasalahan sehari-hari siswa atau kontekstual). Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri.
Tahap kedua adalah talk (berbicara atau diskusi) memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan tentang penyelidikannya pada tanap pertama. Pada tahap ini siswa merefleksikan, rnenyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Kemajuan komunikasi siswa akan terlihat pada dialognya dalam berdiskusi baik dalam bertukar ide dengan orang lain ataupun refleksi mereka sendiri yang diungkapkannya kepada orang lain.
Tahap ketiga adalah write, siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya dan kegiatan tahap pertama dan kedua. Tulisan ini terdiri atas landasan konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian, dan solusi yang diperolehnya.
Menurut Silver dan Smith (1996: 21), peranan dan tugas guru dalam usaha mengefektifkan penggunaan strategi think-talk-write adalah mengajukan dan menyediakan tugas yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif berpikir, mendorong dan menyimak dengan hati-hati ide-ide yang dikemukakan siswa secara lisan dan tertulis, mempertimbangkan dan memberi informasi terhadap apa yang digali siswa dalam diskusi, serta memonitor, menilai, dan mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif. Tugas yang disiapkan diharapkan dapat menjadi pemicu siswa untuk bekerja secara aktif yaitu soal-soal yang mempunyai jawaban divergen atau open ended task.
Untuk mewujudkan pembelajaran yang sesuai dengan harapan diatas, dirancang pembelajaran yang mengikuti langkah-langkah berikut:
a. Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think), untuk dibawa ke forum diskusi.
a. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata yang mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide matematika dalam diskusi. Pemahaman dibangun melalu interaksinya dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan.
b. Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang rnemuat pemaharnan dan komunikasi matematika dalam bentuk tulisan (write).
c. Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih satu atau beberapa orang siswa sebagai perwakilan keompok untuk menyajikan jawabannya, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.