Rabu, 28 Maret 2012

Strategi Problem Solving

Dalam menyelesaikan masalah harus dilakukan dengan strategi yang tepat agar prosesnya dapat berjalan dengan efektif. Strategi problem-solving itu sendiri merupakan kemampuan yang harus dimiliki untuk menyelesaikan masalah itu sendiri, tanpa strategi yang tepat ada kemungkinan permaslaahan itu akan terselesaikan dengan tidak sempurna bahkan tidak dapat terselesaikan.

Dalam pendekatan problem solving ada beberapa strategi yang dapat digunakan antara lain:

(1) Find and use a pattern, (2) act in out, (3) build a model, (4) drow a picture or diagram, (5) make a table and/or graph, (6) write a mathematical sentence, (7) guess and cek, or trial and eror, (8) account for all possibilities, (9) solve a simpler problem, or break the problem, (10) work backward, (11) break set, or change point view. Kennedy (2008:116).

1) Find and Use Pattern

Strategi ini biasanya digunakan bersama dengan strategi mencari pola dan menggambar tabel. Karena pada strategi ini mahasiswa mengidentifikasi berbagai pola dan keberadaannya untuk menyelesaikan permasalahan. Dalam menggunakan strategi ini, kita mungkin tidak perlu memperhatikan keseluruhan kemungkinan yang bisa terjadi. Yang kita perhatikan adalah semua kemungkinan yang diperoleh dengan cara yang sistematik. Yang dimaksud sistematik disini misalnya dengan mengorganisasikan data berdasarkan kategori tertentu, namun demikian, untuk masalah-masalah tertentu, mungkin kita harus memperhatikan semua kemungkinan yang bisa terjadi.

2) Act in Out

Strategi ini menekan kepada bagaimana mahasiswa memahami permasalahan dengan membuat hubungan antar komponen sehingga masalah menjadi lebih jelas melalui hubungan aksi fisik atau manipulasi objek. Strategi ini akan sangat membantu mahasiswa dalam menemukan hubungan antar komponen yang tercakup dalam suatu masalah.

Dalam penerapannya, strategi ini akan lebih mudah dipahami apabila obyek kongkrit yang sebenarnya dapat diganti dengan suatu model yang lebih sederhana misalnya gambar. Untuk memperkenalkan strategi ini, berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari dapat digunakan sebagai tema atau konteks masalah.

3) Build a Model

Dalam penerapannya strategi ini mahasiswa menggunakan sebuah objek untuk merepresentasikan situasi permasalahan. Kegiatan ini cendrung kepada menemukan sebuah pola dalam menyelesaikan suatu permasalahan, kegiatan menemukan pola itu sendiri dapat dilakukan melalui sekumpulan gambar atau bilangan. Kegiatan yang mungkin dilakukan antara lain dengan mengobservasi sifat-sifat yang dimiliki bersama oleh kumpulan gambar atau bilangan yang tersedia. Sebagai suatu strategi dalam pemecahan masalah.

4) Drow a Picture or Diagram

Pada strategi ini mahasiswa diharapkan dapat menunjukkan apa yang terjadi dalam suatu permasalahan dengan membuat gambar atau diagram. Strategi ini akan membantu mahasiswa dalam menemukan informasi yang terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar komponen dalam masalah tersebut dapat terlihat lebih jelas. Pada waktu akan menerapkan strategi ini. Kejelasan gambar tidak menjadi prioritas utama, akan tetapi gambar yang dibuat harus betul-betul mampu memberikan gambaran yang jelas terhadap permasalahan yang ada

5) Make a Table and/or Graph

Strategi ini mengarah kepada aktivitas mahasiswa dalam mengorganisasikan dan merekam data kedalam sebuah tabel atau grafik. Selanjutnya mahasiswa akan menemukan sebuah pola serta menemukan informasi yang tidak lengkap. Penggunaan tabel sangat efektif dalam melakukan klasifikasi serta menyusun sejumlah data sehingga apabila nantinya timbul permasalahan terkait dengan data tersebut akan dengan mudah dijelaskan kembali.

6) Write a Mathematical Sentence

Strategi ini membantu mahasiswa melihat hubungan antara informasi yang diberikan dan yang dicari. Untuk menyederhanakan permasalahan, kita dapat menggunakan variabel sebagai pengganti kalimat dalam soal. Strategi ini sering ditemukan dibuku-buku pelajaran, akan tetapi langkah awal mahasiswa seringkali mendapat kesulitan untuk menentukan kalimat terbuka yang sesuai. Untuk sampai pada kalimat yang dicari, seringkali harus melalui penggunaan strategi lain, dengan maksud agar hubungan antar unsur yang terkandung di dalam masalah dapat dilihat secara jelas. Setelah itu baru dibuat kalimat terbukanya.

7) Guess and Cek, or Trial and Eror

Strategi ini dilakukan dengan memberikan tebakan terhadap seluruh kemungkinan penyelesaian masalah. Akan tetapi tebakan disini tidak hanya asal tebak. Tebakan tersebut haruslah disertai dengan alasan-alasan yang logis atau berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sehingga tebakan itupun dapat diuji kebenarannya disertai alasan-alasan yang logis.

8) Account for All Possibilities

Dalam pelaksanaan strategi ini mahasiswa akan mengurutkan secara sistimatis berbagai kemungkinan solusi dari permasalahan dan menentukan satu solusi yang sesui dengan situasi permasalahan. Strategi ini biasanya dilakukan bersamaan dengan strategi “mencari pola” dan “membuat tabel”. Karena kadangkala tidak mungkin bagi kita untuk mengidentifikasi seluruh kemungkinan himpunan penyelesaian. Dalam kondisi demikian, kita dapat menyederhanakan pekerjaan kita dengan mengkategorikan semua kemungkinan tersebut kedalam beberapa bagian. Akan tetapi, jika memungkinkan kita juga perlu mengecek atau menghitung semua kemungkinan jawaban tersebut.

9) Solve a Simpler Problem or Break the Problem

Strategi ini digunakan apabila mahasiswa dihadapkan pada permasalahan yang cukup panjang atau lebih komplek. Permasalahan tersebut dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang lebih sederhana. Hal ini disebabkan, sebuah permasalahan kadangkala sangat sulit untuk diselesaikan karena di dalamnya terkandung permasalahan yang cukup komplek, hal tersebut dapat diselesaikan dengan cara menyelesaikan masalah yang serupa tetapi lebih sederhana.

10) Work Backward

Suatu masalah kadang-kadang disajikan dalam suatu cara sehingga yang diketahui itu sebenarnya merupakan hasil proses tertentu, sedangkan komponen yang ditanyakan merupakan komponen yang seharusnya muncul lebih awal.

11) Break Set or Change Point View

Ketika suatu strategi tidak dapat digunakan lagi, dibutuhkan pemikiran mahasiswa yang lebih fleksibel, untuk melakukan dan mencoba sesuatu yang lainnya atau memikirkan tentang permasalahan tersebut dengan jalan yang berbeda. Strategi ini sering dilakukan ketika kita gagal dengan menggunakan strategi yang lain. Waktu kita menyelesaiak sebuah masalah, pada saat itu berarti kita secara langsung memandang permasalahan tersebut dengan sudut pandang tertentu. Setelah itu kita akan mencoba menyelesaikan permasalahan tersebut dengan sudut pandang tadi. Akan tetapi peluang untuk berhasilpun akan sama dengan peluang gagal, ketika kita gagal, maka kita akan kembali memandang permasalahan tersebut dengan sudut pandang yang sama, jika gagal lagi, maka cobalah untuk mengubah sudut pandang dengan memperbaiki asumsi atau memeriksa logika berpikir yang digunakan sebelumnya.

Kesebelas strategi tersebut merupakan kelengkapan untuk memahami, mengorganisikan, mengimplementasikan, mengkomunikasikan masalah, menyelesaikan, dan membuat konsep matematika. Di samping itu, satu strategi bisa jadi tidak dapat diterapkan satu-satu. Berdasarkan penjelasan masing-masing startegi di atas, satu strategi ada kemungkinan dibutuhkannya strategi lainnya ketika akan digunakan dalam melakukan proses pembelajaran.

Rabu, 05 Januari 2011

Hakikat Pembelajaran Matematika

Mengetahui matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar matematika perlu untuk menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif secara fisik pada sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus membangunnya untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan, menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan pemecahan masalah (Countryman, 1992: 2). Selanjutnya Goldin (Sri Wardhani, 2004: 6) matematika dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajaran matematika, pengetahuan matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran matematika menjadi lebih efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna.

Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang dikonstruksi siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Menurut Freudental (Gravemeijer, 1994: 20) matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan pembelajaran matematika merupakan proses penemuan kembali. Ditambahkan oleh de Lange (Sutarto Hadi, 2005: 19) proses penemuan kembali tersebut harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia real. Masalah konteks nyata (Gravemeijer,1994: 123) merupakan bagian inti dan dijadikan starting point dalam pembelajaran matematika. Konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention).

Pembelajaran matematika sebaik dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto Hadi (2006: 10) menyatakan bahwa masalah kontekstual dapat digali dari: (1) situasi personal siswa, yaitu yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa, (2) situasi sekolah/akademik, yaitu berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran siswa, (3) situasi masyarakat, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar siswa tinggal, dan (4) situasi saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan dengan sains atau matematika itu sendiri.

Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal (Van den Heuvel, 1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan vertikal dengan penjelasan sebagai berikut “Horizontal mathematization involves going from the world of life into the world of symbol, while vertical mathematization means moving within the world of symbol”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa matematisasi horizontal meliputi proses transformasi masalah nyata/sehari-hari ke dalam bentuk simbol, sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri.

Gravemeijer (1994: 93) mengemukakan bahwa dalam proses matematisasi horizontal, siswa belajar mematematisasi masalah-masalah kontekstual. Pada mulanya siswa akan memecahkan masalah secara informal (menggunakan bahasa mereka sendiri). Kemudian setelah beberapa waktu dengan proses pemecahan masalah yang serupa (melalui simplifikasi dan formalisasi), siswa akan menggunakan bahasa yang lebih formal dan diakhiri dengan proses siswa akan menemukan suatu algoritma. Proses yang dilalui siswa sampai menemukan algoritma disebut matematisasi vertikal.

Menurut Sutarto Hadi (2005: 21) dalam matematisasi horizontal, siswa mulai dari masalah-masalah kontekstual mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri oleh siswa, kemudian menyelesaikan masalah kontekstual tersebut. Dalam proses ini, setiap siswa dapat menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan siswa yang lain, sedangkan dalam matematisasi vertikal, siswa juga mulai dari masalah-masalah kontekstual, tetapi dalam jangka panjang siswa dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat digunakan untuk meyelesaiakan masalah-masalah sejenis secara langsung, tanpa menggunakan bantuan konteks. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Contoh matematisasi vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematika dan penggeneralisasian.

Zulkardi (2006: 6) menyatakan pembelajaran seharusnya tidak diawali dengan sistem formal, melainkan diawali dengan fenomena di mana konsep tersebut muncul dalam kenyataan sebagai sumber formasi konsep. Menurut de Lange (1987: 2) proses pengembangan konsep-konsep dan ide-ide matematika berawal dari dunia nyata dan pada akhirnya merefleksikan hasil-hasil yang diperoleh dalam matematika kembali ke dunia nyata.

Kamis, 25 Maret 2010

Hakikat Matematika Sekolah

Matematika yang diajarkan di jenjang persekolahan seperti Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas disebut matematika sekolah. Penyajian matematika sekolah disesuaikan dengan karakteristik siswa. pola pikir matematika sebagai ilmu adalah deduktif, sifat atau teorema yang ditemukan secara induktif , selanjutnya harus dibuktikan secara deduktif. Namun dalam matematika sekolah pola pikir induktif dapat digunakan dengan maksud menyesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa

Dalam National Council of Teachers of Mathematics (2000: 11) terdapat enam prinsip matematika sekolah mencakup lingkup:

1) Kejujuran. Keunggulan dalam pendidikan matematika memerlukan kejujuran, harapan, dan dukungan yang kuat bagi siswa.

2) Kurikulum. Kurikulum bukan hanya sekedar kumpulan aktivitas, kurikulum harus koheren, berpusat pada pentingnya matematika, dan dijabarkan dengan baik pada tiap kelas.

3) Pengajaran. Pengajaran matematika yang efektif membutuhkan pemahaman tentang apa yang diketahui siswa dan apa yang diperlukan siswa serta mendukung siswa mempelajarinya dengan baik.

4) Pembelajaran. Siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, membangun pengetahuannya dari pengalaman.

5) Penilaian. Penilaian harus mendukung belajar dan memberi informasi bagi guru dan siswa.

6) Teknologi. Teknologi mempengaruhi matematika yang diajarkan dan meningkatkan belajar siswa.

Ebbut dan Straker (Marsigit, 2007: 5-6) menguraikan hakikat matematika sekolah, matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan; kreatifitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan; kegiatan problem solving; alat komunikasi. Implikasi dari pandangan bahwa matematika merupakan kegitan penelusuran pola dan hubungan adalah: memberikan kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan; memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaaan dengan berbagai cara, mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan dan pegelompokan; mendorong siswa menarik kesimpulan umum; dan membantu siswa memahami dan menemukan hubngan antara pengertian satu dengan yang lainnya.

Matematika adalah kreatifitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan. Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran matematika adalah: mendorong inisiatif dan memberi kesempatan berpikir berbeda; mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan; menghargai penemuan yang di luar perkiraan sebagai hal yang bermanfaat; mendorong siswa menemukan struktur dan desain matematika; mendorong siswa menghargai penemuan siswa lainnya; mendorong siswa berfikir refleksif; dan tidak menyarankan penggunaan suatu metode tertentu.

Matematika adalah kegiatan problem solving, maka dalam pembelajaran matematika guru perlu menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan matematika, membantu siswa memecahakan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri, membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan matematika, mendorong siswa untuk berfikir logis, konsisten, sistematis dan mengembangkan sistem dokumentasi/catatan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk memecahkan persoalan, membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika seperti jangka, kalkulator, dan sebagainya

Impilikasi dari pandangan bahwa matematika sebagai alat komunikasi dalam pembelajaran adalah: mendorong siswa membuat contoh sifat matematika; mendorong siswa menjelaskan sifat matematika; mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika; mendorong siswa membicarakan persoalan matematika; mendorong siswa membaca dan menulis matematika; menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika

Minggu, 11 Januari 2009

Refleksi Perkuliahan Terakhir II (Hakekat Matematika Sekolah)

Mungkin dua pertanyaan berikut muncul di benak kita: mengapa muncul istilah matematika sekolah? apa bedanya matematika dan matematika sekolah?. Matematika sebagai ilmu bersifat deduktif, untuk membuktikan suatu teorema dalam matematika sebagai ilmu diperlukan defenisi, aksioma dan teorema yang telah dibuktikan sebelumnya. Apakah mungkin kita mengajarkan siswa SD dengan cara pendekatan deduktif? Tentu saja jawabannya tidak mungkin. Misalnya untuk menunjukkan pada siswa SD perkalian bilangan negatif dengan bilangan negatif mengasilkan bilangan positif, tidak mungkin dengan menggunakan teorema-teorema dan aksioma yang ada pada bilangan real seperti yang dipelajari diperguruan tinggi. Karakteristik siswa SD yang masih berfikir konkrit, belum memungkinkan dapat menerima pendekatan deduktif dalam pembelajaran matematika. Mungkin ini hanya salah satu alasan mengapa muncul istilah matematika sekolah.
Hakekat matematika sekolah yang dijelaskan pak marsigit adalah matematika sebagai penelusuran pola dan hubungan; matematika sebagai investigasi; matematika sebagai problem solving; dan matematika sebagai komunikasi. Jika guru memahami hakekat matematika sekolah dan menerapkan dalam pembelajaran matematika maka diharapkan matematika akan muncul sebagai mata pelajaran yang disenangi. Siswa yang saat ini belajar matematika dalam suasana yang menyenangkan akan membawa persepsinya bahwa matematika itu asyik pada masyarakat, sehingga diharapkan, persepsi yang mengangap bahwa matematika adalah kumpulan rumus mati yang tidak berarti akan perlahan menghilang.
Ketika saya PPL di MIN Yogyakarta I, saya bertanya kepada beberapa siswa kelas V yang sedang berkumpul tentang mata pelajaran yang mereka senangi dan tidak mereka senangi. Siswa-siswa itu menjawab secara spontan bahwa matematika adalah pelajaran yang mereka senangi. Saat saya melakukan wawancara dengan kepala sekolah beliau mengatakan bahwa sekolah ini termasuk binaan PMRI. Setelah melakukan beberapa kali observasi pembelajaran, saya melihat guru-guru dalam pembelajaran matematika sudah bersifat terbuka terhadap matematika. Guru-guru di sana memberi kebebasan pada siswa dalam memecahkan suatu persoalan, mereka tidak kaku pada satu solusi saja. Benda-benda yang ada di kelas dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika. Saat itu materi yang pelajari adalah pengukuran, benda-benda disekitar kelas seperti pintu, jendela, lemari, kursi, meja, papan tulis dan sebagainya dimanfaatkan dalam pembelajaran. Selain itu dalam pembelajaran anak-anak tidak di haruskan duduk manis di bangku, siswa diperbolehkan berdiskusi dengan temannya, bertanya kepada guru. Dikelas bawah guru mempunyai yel-yel untuk memotivasi siswa dalam belajar. Berdasarkan observasi pembelajarn yang saya lakukan, sangat wajar matematika menjadi mata pelajaran yang disenangi siswa.
Salah satu hakekat matematika sekolah adalah matematika sebagai penelusuran pola dan hubungan. Sebagai contoh untuk menjawab persoalan mengapa bilangan negatif dikalikan dengan bilangan negatif hasilnya bilangan positif dapat digunakan dengan pendekatan penelusuran pola bilangan. Hal ini lebih memungkin dapat diterima anak secara intuitif. Karena matematika sekolah adalah penelusuran pola dan hubungan maka dalam pembelajaran matematika guru sebaiknya memberi kesempatan kepada siswa dan memotivasi siswa untuk melakukan kegiatan penemuan, menyelidiki pola-pola untuk menemukan sendiri hubungan diantara pola-pola tersebut. Untuk itu guru harus kreatif mencari metode, strategi, tehnik dan pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa memahami dan menemukan hubungan antara konsep yang satu dengan yang lain.
Matematika sekolah sebagai kreativitas , hal ini memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan rasa ingin tahu, keinginan menemukan struktur matematika, keinginan penanyakan sesuatu yang ada di pikirannya dan sebagainya. Untuk itu seorang guru harus bersifat terbuka terhadap pertanyaan yang diajukan siswa, guru harus memandang siswa sebagai anak yang telah membawa konsep matematika di pikirannya sebelum pembelajaran berlangsung.
Sadar atau tidak dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak peristiwa yang berkaitan dengan matematika. Persoalan sederhana seperti kita membagi cake menjadi potongan yang lebih kecil adalah kegiatan bermatematika yang berkenaan dengan pecahan. Ketika anak menyadari ia mempunyai keluarga, teman juga mempunyai keluarga, anak sudah bermatematika yang berhubungan dengan relasi dan fungsi. Artinya seorang guru harus mempertimbangkan konsep-konsep matematika sehari-hari yang telah dibawa siswa saat pembelajaran matematika berlangsung.
Problem solving sudah lama perkenalkan sebagai pendekatan pembelajaran. Saat ini problem solving bukan hanya sebagai metode pembelajaran tapi juga kompetensi yang harus di capai siswa dalam belajar matematika. Matematika sekolah sebagai kegiatan problem solving memungkin siswa menjadi pemecah masalah matematika yang handal dikemudian hari. untuk mencari persolan yang dapat dijadikan sebagai masalah dalam pembelajaran dengan pendekatan problem solving tidaklah mudah tapi juga tidak sulit. Diperlukan pengalaman mengajar dan banyak membaca literatur untuk dapat mencari persolan yang dapat dijadikan masalah. Persoalan yang disajikan haruslah menarik perhatian siswa dan siswa harus mempunai bekal atau keterampilan dalam memecahkan persolan yang diberikan. Salah satu usaha untuk memotivasi siswa dalam memecahkan persoalan yang diberikan guru harus membuat persolan menjadi persoalan yang kontekstual, sehingga siswa termotivasi dan timbul rasa penasaran untuk memecahkan persoalan. Selain itu komunikasi yang interaktif antara siswa dan guru harus terjadi, artinya guru mampu memancing jawaban-jawaban siswa ketika mereka terbentur pada suatu masalah.
Mungkin selama ini kita menyadari matematika adalah alat untuk berkomunikasi. persepsi yang berkembang bahwa orang yang pintar matematika tidak banyak bicara dan susah untuk mengungkap apa yang ada dalam pikirannya, tidak sepenuhnya benar. Pembelajaran matematika yang tradisional memungkin siswa menjadi orang yang dapat mengerjakan soal-soal rutin tapi ketika ditanya mengapa melakukan prosedur tersebut mereka tidak dapat menjelaskan. Yang terpenting dalam pembelajaran matematika bukan siswa menguasai prosedur menyelesaikan soal tapi lebih penting lagi memahami apa yang mereka lakukan. Untuk itu guru harus mengupayakan agar siswa mampu mengkomunikasikan ide matematika, menghargai bahasa sehari-hari siswa dan meminta siswa untuk mengungkapkan matematika yang mereka pelajari dalam bahasa sehari-hari mereka. Untuk melatihkan berkomunikasi secara matematika sebaiknya siswa diminta untuk memberikan alasan dari prosedur yang dipilih siswa untuk menyelesaikan soal.

Refleksi Perkuliahan Terakhir I (Hakekat Siswa Belajar Matematika)

Siswa akan belajar jika mendapat motivasi. Persolannya bagaimana agar siswa termotivasi untuk belajar, bukan karena tuntutan orang tua dan guru. saya pernah mengajar(mengajar privat) seorang siswa yang saat itu kelas 3 SD dan berusia 7,5 tahun, siswa ini senang belajar sambil bermain. Biasanya permainan yang digunakan permainan sederhana yang hanya membutuhkan kertas dan pensil. Permainan yang digunakan berubah-ubah. Salah satunya permainannya adalah permainan tik-tak. Aturan permainannya: setiap ia mampu menjawab soal maka ia berhak membuat gambar orang tersenyum pada kotak disediakan tapi jika jawabannya salah maka saya yang mengambar orang menangis di kotak. Jika ia mampu membuat lima gambar secara berurutan baik mendatar, horizontal atau diagonal maka ia menang. Tapi suatu hari ketika saya datang siswa itu bertanya kepada saya. Ia bertanya, “ ibu boleh ngak teman-teman alya ikut belajar? Saya secara spontan menjawab boleh. Lalu ia mengeluarkan semua bonekanya dan menyusunnya di ruang tempat kami belajar. Dalam hati saya kaget dan merasa lucu, ternyata teman-temanya adalah bonekanya. Tapi saya tetap meneruskan pembelajaran matematika bersama boneka-boneka tersebut. Saya mencoba memanfaatkan boneka dan imajinasi siswa tersebut dalam pembelajaran. Saya minta ia megajar teman-temanya (boneka) dan ia dengan senang hati melakukan. Lalu setiap temanya(boneka) saya beri soal, dengan imajinasinya ia menjadi boneka yang ditanya dan menjawab soal yang saya ajukan. Ia belajar matematika tapi ia sendiri merasa tidak dibebani. Biasanya saya susah untuk mengakhiri pembelajarn karena ia sendiri masih asyik belajar sambil bermain. Jika saya tidak datang mengajar maka pada pertemuan berikut ia pasti bertanya kenapa tidak datang dengan nada kecewa.
Banyak hal yang saya petik dari peristiwa yang telah dipaparkan sebelumnya, diantaranya adalah: untuk dapat membawa anak kedunia kita maka kita harus terlebih dahulu memasuki dunianya; untuk memotivasi siswa dalam belajar maka kita harus memperhatikan keinginan siswa; fleksibel dalam menciptakan suasana belajar, jangan terlalu kaku dengan aturan belajar yang siswa harus duduk manis; manfaat imajinasi siswa dalam membangun konsep.
Permainan dapat memotivasi siswa dalam belajar. Permainan yang saya pilih untuk kelas yang siswanya banyak (20-40 orang) adalah permainan yang tidak memerlukan alat bantu yang sukar. Permainan yang sering saya pilih adalah permainan seven bom. Seven bom adalah permainan berhitung yang aturan jika mendapat giliran ada angka 7 dan kelipatan tujuh maka siswa tersebut harus mengatakan “bom”. Siswa yang salah diberi hukuman berupa soal matematika. Permainan ini juga dapat diterapkan untuk belajar kelipatan bilangan di SD.
Ide permainan dapat diperoleh dari literatur, game-game yang disukai anak, atau dari kuis-kuis yang ada di televisi. Saat populer kuis piramida di salah satu stasiun televisi indonesia, saya mencoba membawa kuis piramida dalam belajar matematika dan diberi nama piramida matematika. Kuis detak-detik dibawa kedalam pembelajaram matematika menjadi detak-detik matematika. Matematika sekolah adalah kreatifitas, termasuk kreatifitas guru dalam menciptakan suasana belajar. Di saat saya semester II, saya dan teman sekelas melakukan observasi pembelajaran ke SD sendang sari bantul. Sekolah ini memanfaatkan kearifan lokal dalam pembelajaran. Saat observasi saya melihat mereka memanfaatkan permainan tradisional yang sering dimainkan anak-anak di sekitar sekolah untuk pembelajaran matematika. Dari sini saya menyimpulkan pembelajaran matematika yang menyenangkan adalah kreatifitas guru.
Dalam belajar siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam belajar. Untuk itu guru diharapkan tidak memakai satu metode saja dalam pembelajaran. Manfaat berbagai metode dengan melihat situasi dan kondisi lingkungan belajar. Penggunaan alat peraga matematika dapat membantu siswa dalam membangun pemahamannya. Alat peraga tidak perlu mahal. Barang-barang bekas dapat digunakan, misalnya tutup botol dapat digunakan untuk mengajar penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif. Tutup botol dicat, sebagian diberi warna merah dan sebagian warna kuning. Tutup botol warna merah disepakati untuk bilangan positif dan tutup botol warna kuning disepakati untuk bilangan negatif. Saat alat peraga ini saya gunakan dalam pembelajaran penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif, ternyata sangat membantu penalaran siswa. Metode ini lebih mudah diterima siswa dibandingkan menjelaskan dengan sistem hutang yang banyak digunakan untuk menjelaskan penjumlahan bilangan bulat positif dan negatif. Saat saya obsevasi ke SD Sendang Sari saya melihat gurunya memanfaatkan buah melinjo dalam belajar matematika. Buah melinjo disekitar sekolah sangat mudah untuk didapat sehingga guru-guru memanfaatkannya. Sekali lagi saya menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika yang menyenangkan adalah kreatifitas guru.
Matematika adalah kegiatan sosial maka dalam pembelajaran matematika siswa harus dilatih bekerjasama. Melalui kerjasama siswa terlatih menghargai pendapat teman, mengkomunikasikan idenya, melatih interaksi sesama siswa. Untuk guru harus menciptakan suasana belajar yang memberi kesempatan pada siswa untuk saling bertukar ide. Pembelajaran kooperatif dalam kelompok kecil dapat menjadi solusi.

Refleksi Peran Penelitian dalam Pengembangan Pendidikan Matematika

Saya setuju dengan pendapat Pak Marsigit bahwa sebagai seorang guru atau calon guru matematika yang inovatif dituntut untuk selalu melakukan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan tentang pembelajaran matematika yang sesuai dengan trend terkini. Pembelajaran matematika seperti juga ilmu lain mengalami perkembangan dan untuk itu penelitian oleh guru dalam rangka mengembangkan pendidikan matematika sudah tentu sangat diperlukan. Hanya saja masalah masih sangat terbatas jumlah guru yang mampu melakukan penelitian. Bercermin pada pengalaman pribadi, saya masih bingung melakukan penelitian. Saya bingung masalah seperti apa sih yang yang layak diteliti? Padahal ketika mengajar saya sering mencoba berbagai pendekatan dalam pembelajaran matematika dan mengamati respon siswa saat pembelajaran berlangsung. Saat pembelajaran kurang efektif saya mencoba mencari solusinya dengan berdiskusi dengan guru lain atau bertanya kepada siswa. Tapi saya belum melakukan penelitian yang menggunakan prosedur tertentu yang bersifat sistematis. Walaupun saya sangat ingin melakukan penelitian untuk mengembangkan pendidikan matematika. Mungkin banyak guru seperti saya yang ingin melakukan penelitian tapi belum mampu melakukannya.
Padahal penelitian tindakan kelas menjadi salah satu solusi bagi guru dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran. Penelitian tindakan kelas diawali dengan permasalahan yang dihadapi guru di kelas saat pembelajaran berlangsung. Penelitian ini tidak mengganggu jalannya pembelajaran di kelas. Kalau ada pepatah sambil menyelam air dan satu kali mendayung dua tiga pulau terlalui, maka istilah yang tepat bagi guru adalah sambil mengajar lakukan penelitian dan sekali bertindak dua kegiatan berlangsung.

Refleksi Indikator Guru Matematika yang Profesional

Menurut saya indikator guru matematika profesional yang ditulis Pak Marsigit tidaklah terlalu susah untuk diterapkan, yang penting adalah kemauan untuk merubah diri menjadi lebih baik. Terbuka menerima masukan, termasuk menerima perubahan paradigma pembelajaran matematika.
Indikator pertama dan kedua tentang guru matematika profesional yang dikemukan Pak Marsigit adalah memanfaatkan dan mengembangkan lingkungan belajar matematika; dan mengembangkan sumber-sumber belajar matematika. Benda-benda yang ada disekitar lingkungan sekolah dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar. Misalnya pemanfaatan barang bekas untuk media pembelajaran, pemanfaatan buahan-buahan disekitar lingkungan sekolah sebagai sumber belajar sebagai contoh buah jeruk atau buah lain yang berbentuk bola untuk pembelajaran menemukan luas permukaan bola. Orang tua siswa atau orang-orang yang berada di sekitar sekolah dapat diberdayakan sebagai sumber belajar. Misalnya orang tua siswa yang berprofesi sebagai dokter dapat diminta menjelaskan manfaat matematika dalam ilmu kedokteran.
Ruang belajar dapat ditata senyaman mungkin bagi siswa dalam belajar. Saya pernah melakukan observasi di sebuah SD di kota semarang yang cukup terkenal, di SD ini ruang belajar ditata tidak seperti ruang belajar pada umumnya. Siswa dalam satu kelas kelas lebih dari 20 orang tapi meja dan kursi siswa untuk 15 orang, mungkin timbul pertanyaan siswa yang lain duduk dimana? ternyata di sekolah ini siswa belajar tidak hanya di meja tapi sebagian anak belajar dengan lesehan diatas karpet. Di dinding kelas terdapat papan tulis yang di fungsikan untuk menampilkan karya siswa. Saya melihat ruang kelas di SD ini dikondisi senyaman kamar tidur siswa, sehingga siswa merasa di rumah sendiri. Mungkin akan muncul pendapat karena di SD ini siswa membayar mahal uang sekolah sehingga fasilitas lebih baik, bagaimana di sekolah yang siswa membayar murah apa mungkin kita dapat melakukan ini? Pemanfaatan lingkungan belajar dan sumber belajar tidak harus dengan biaya mahal. Halaman sekolah dapat dijadikan ruang belajar matematika, hanya saja harus disesuaikan materi yang akan disampaikan dan metode yang di pilih. Untuk menjadi guru yang profesional menurut saya juga harus kreatif dalam menyikapi keterbatasan yang ada.